Mozaik Kehidupan Seorang Nana

>> Kamis, November 27, 2008

Pernah mendengar kisah petualangan nyata mencari mozaik kehidupan yang meletup kuat menyemangati kita untuk maju? Saya termasuk salah satu orang yang pernah mendengar kisah pencarian jati diri ini. Ah, baiknya Anda baca saja bagaimana kisah nyata seorang perempuan yang bernama Nana –bukan nama sebenarnya- dalam proyeknya mengais sebuah jati diri.

Beberapa hari yang lalu saya pergi ke masjid al-Azhar. Di sana, saya bertemu dengan seorang kawan –sebutlah namanya Rani-. Pada saya, Rani berkisah tentang seorang perempuan –sebutlah namanya Nana- yang cinta akan petualangan. Perempuan ini bisa kita jadikan sampel menarik dari orang-orang yang telah menemukan mozaik kehidupannya.

Terlahir di keluarga yang sederhana, tak menyurutkan Nana untuk bercita-cita tinggi. Cita-citanya adalah berpetualang ke negara Eropa. Demi mewujudkan citanya, dia mendaftarkan di salah satu universitas yang lumayan ternama di tanah air dan memilih jurusan sastra salah satu negara di Eropa –yang entahlah saya sendiri lupa negara mana-.

Di universitas itu, dirinya merasa kewalahan. Impiannya untuk mampu menguasai bahasa dan adat-istiadat negara tersebut dalam waktu singkat, rupanya tinggal kenangan. Dia tak merasa puas dengan apa yang didapatkannya dari perkuliahan.

Nana nekad. Dalam waktu relatif singkat, Nana memutuskan untuk bertolak ke Jerman. Berbagai cara akhirnya ditempuh. Salah satunya adalah dengan berpetualang menjadi TKW. Di hadapan kedua orangtuanya, Nana menyampaikan bahwa dia ingin kursus berbahasa Jerman di Surabaya. Orangtuanya merestui. Di Surabaya, dia tak mengikuti kursus tetapi malah mendaftarkan diri sebagai TKW di negara Jerman.

Beberapa saat kemudian, dia mendapat panggilan kerja di negara tersebut. Sesampainya di Jerman, dia mengabarkan keadaannya pada keluarganya di Jerman. Keluarganya di tanah air terkejut. Tersebab mereka mengira bahwa selama ini Nana berada di Indonesia tepatnya Surabaya.

Dari cerita yang disampaikannya pada keluarga, dia menyampaikan bahwa nasib mujur rupanya berpihak padanya di Jerman. Dia mendapatkan majikan yang baik. Majikannya sangat bangga padanya. Karena walaupun Nana adalah seorang pembantu rumah tangga, Nana rajin membaca buku.

Berbekal semangat belajar yang qualified dan keberaniannya yang membuncah, dalam waktu dua bulan dia telah mampu berkomunikasi dengan bahasa Jerman. Pengalamannya makin terasah dengan penguasaannya atas adat-istiadat masyarakat setempat.

Nana tak hanya bercita-cita mengenal Jerman. Asanya menjulang tinggi. Dia berhasrat menguasai pelbagai bahasa. Di Jerman, dia berkenalan dengan salah seorang berkebangsaan Perancis. Darinya, Nana mempelajari bahasa Perancis.

Tak puas di Jerman, setahun setelah bekerja di Jerman, dengan bantuan kawannya, dia bertolak ke negara pusat mode, Perancis. Di sana, dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga lagi. Nana tetaplah Nana. Semangat belajarnya tak kunjung surut. Bahasa dan perilaku kehidupan masyarakat Perancis dikuasainya dalam waktu singkat.

Setahun bekerja di Perancis, Nana kembali ke tanah air. Bersua dan bertutur sapa dengan sanak keluarga. Yang mengagumkan, pursuit of knowledge-nya kembali menarik-nariknya untuk tetap konsis belajar.

Setelah puas melepas rasa rindu pada negara dan keluarga, Nana kembali ke Jerman. Kali ini dia tak bermaksud bekerja di sana. Hasrat mulianya untuk belajar di salah satu universitas di Jerman mendentum dan meletup hebat bak uranium yang terhempas.

Nana akhirnya mendaftarkan diri sebagai mahasiswi di salah satu universitas di Jerman. Dan alhamdulillâh dia diterima dengan mudah. Rupanya, hasrat belajarnya itu menarik seorang laki-laki non-Islam hingga bermaksud menikahinya. Lelaki itu kini telah menyandang predikat baru sebagai seorang muslim.

Kini, Nana masih belajar di Jerman. Dan yang lebih membuat saya salut, Nana telah menguasai enam bahasa sekarang. Entahlah bahasa apa saja yang dikuasainya. Hanya yang jelas, pengalaman ini mengingatkan saya pada pesan Bob Sadino –salah seorang pebisnis ternama tanah air- mengenai cara belajar yang baik. Sebagaimana dituturkannya, "Cara belajar yang baik adalah cukup lakukan saja."

Pesan cemerlangnya itu lamat-lamat terdengar senada dengan apa yang diutarakan oleh Rex dan Carolyin Sikes: "We learn about a city from being there, not from a map or guide book. We learned to walk and talk without reading instructions or following recipes. Learning is doing something, then getting rid of the unwanted parasitic movements". (Kita mempelajari suatu kota dengan berada di sana bukan dari peta atau buku panduan. Kita belajar berjalan dan berbicara tidaklah ditempuh dengan membaca instruksi-instruksi atau mengikuti metode-metode. Belajar adalah melakukan sesuatu, kemudian menyelamatkan diri dari tindakan-tindakan parasit yang tidak diinginkan) Wallâhu a’lamu bi al-shawâb.

4 komentar:

Mas Niam 2 Desember 2008 pukul 20.12  

nice posting............ mbak

Unknown 4 Desember 2008 pukul 18.35  

Stay Hungry. Stay Foolish

'You've got to find what you love'

Your time is limited, so don't waste it living someone else's life. Don't be trapped by dogma — which is living with the results of other people's thinking. Don't let the noise of others' opinions drown out your own inner voice. And most important, have the courage to follow your heart and intuition. They somehow already know what you truly want to become. Everything else is secondary.

http://news-service.stanford.edu/news/2005/june15/jobs-061505.html

http://www.youtube.com/watch?v=UF8uR6Z6KLc

http://inti.warnetnews.com/2008/04/25/transkrip-pidato-steve-job-stay-hungry-stay-foolish/#more-19

Anonim 6 Desember 2008 pukul 08.23  

Hmmm...
Bahasa Prancis, katanya sih gak terlalu sulit.
Bahasa Jerman, kata orang gak mumet2 amat.
Bahasa Amiyah Mesir? Haqiqotan, ghoriu mafhumah jiddan! Ghoiru..Ghoiru..almuhim ghoiru lah!

hue hue hue

Nana bisa ngomong 'amiyah Mesir ga Mba?

mehehhehehehe

delafiza 23 April 2009 pukul 12.19  

wah bagus benget mbk critanya... aq bca smp ikut meresapinya & terharu.

  © Blogger template Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP